Andreas Bartels dan Semir Zeki dalam The Neural Basis of Romantic
Love di Neuroreport Volume 11 Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan, saat
jatuh cinta, bagian otak depan yang disebut korteks prefrontal yang
mengatur logika menjadi tumpul. Sebaliknya, bagian otak yang
mengendalikan emosi menguat. Kuatnya ikatan emosional saat rasa cinta
muncul membuat kemampuan seseorang dalam menilai orang lain melemah.
"Cinta
memang tidak rasional karena ia adalah letupan perasaan emosional yang
dibalut oleh berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan untuk menyayangi
ataupun ingin disayangi." kata Taufiq Pasiak, Dosen Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi, Manado dan Sekretaris Jenderal Masyarakat
Neurosains Indonesia.
Munculnya cinta tidak bisa
direncanakan dan tidak bisa dihindari. Perasaan itu juga sulit
dikendalikan, apalagi dihilangkan. Semakin dalam seseorang memendam
cinta, rasa cinta akan semakin muncul menggebu-gebu. Namun tindakan
seseorang setelah munculnya rasa cinta bisa dikendalikan. "Pengendalian
menuntut pengakuan diri bahwa seseorang sedang jatuh cinta." kata
Pingkan CB Rumondor, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Bina
Nusantara.
Pengendalian tindakan saat merasakan
cinta dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada. Di sinilah penilaian
atas rasa cinta yang muncul pada diri dilakukan, seperti, apakah orang
yang kita cintai juga mencintai kita atau apakah rasa cinta itu jatuh
pada orang yang tepat tanpa melanggar norma dan budaya.
Untuk
bisa menilai cinta yang muncul, seseorang memerlukan perasaan bahwa
dirinya berharga. Artinya, apapun hasil penilaian itu, apakah cintanya
diterima atau justru bertepuk sebelah tangan, maka dirinya tetap
berharga. Penolakan tidak mengurangi harga dirinya.
Kehadiran
berbagai emosi negatif seperti sakit hati, sedih, galau, depresi, atau
rasa tidak diterima dan dihargai akibat penolakan cinta, termasuk saat
diputuskan cinta adalah perasaan yang wajar. Emosi tersebut bahkan bagus
secara psikologi, terlalu cepat move on justru tidak sehat karena
perasaan sedih yang muncul akan terselubungi dan bisa mengganggu
hubungan berikutnya.
"Cinta itu ada gairah, keintiman
dan komitmen. Cinta membuat dua individu tetap menjadi dirinya sendiri,
tetapi sama-sama saling peduli" kata Pingkan. Orang yang melakukan
tindak kekerasan karena masalah dalam hubungan cintanya kemungkinan
disebabkan karena perasaan yang lebih mengemuka adalah rasa kecewa,
marah, merasa tidak dihargai atau malah karena tidak bisa menghargai
diri sendiri. Itu bukan cinta.
Saat amarah muncul, lelaki umumnya melampiaskan dengan tindakan fisik, pada kondisi ini, bagian otak yang lebih aktif adalah sistem limbik yang mengontrol emosi bekerja sama dengan bagian otak yang mengatur sistem motorik. Pada perempuan, saat murka melanda, bagian otak yang lebih aktif adalah girus singulat (cingulate gyrus), yaitu otak sadar yang merupakan bagian dari korteks prefrontal. Ini adalah bagian otak untuk berpikir rasional, bukan sistem limbik yang juga dimiliki otak binatang. Karena itu, kemarahan pada perempuan biasanya berwujud mata mendelik, tidak menggunakan tubuhnya untuk melakukan kekerasan.
Penghargaan atas diri adalah modal bagi
hadirnya cinta yang tidak emosional. "Hilangnya
rasionalitas yang tergantikan oleh agresivitas untuk mempertahankan diri
adalah bentuk pertahanan diri yang paling primitif pada makhluk hidup"
ujar Taufiq. Rasional akan tumpul jika orang terbiasa dengan aturan
"pokoknya..." tanpa menjelaskan alasan di balik setiap aturan yang
diberlakukan. Untuk membangun rasionalitas seharusnya dimulai sejak
dini, dengan cara mengajarkan untuk melogika sesuatu yang ada di
sekitarnya, termasuk tindakannya.
"Rasionalitas yang
muncul akan mendorong seseorang mencintai sewajarnya, bukan serakah
terhadap cinta. Cinta yang sewajarnya hanya bisa diperoleh jika
seseorang juga memiliki benci yang sewajarnya. Jika cinta dan benci
berlebihan, yang muncul adalah malapetaka," ujar Taufiq.
Bentuk
cinta yang paling rendah adalah mengagumi, hanya terikat pada keindahan
saja. Sedangkan cinta yang paling tinggi adalah penyatuan diri hingga
saling meniadakan identitas diri dengan yang dicintai.
Sumber: Kompas
0 komentar:
Posting Komentar