Bagaimana Cinta Melumpuhkan Logika

on Jumat, 14 Maret 2014
Andreas Bartels dan Semir Zeki dalam The Neural Basis of Romantic Love di Neuroreport Volume 11 Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan, saat jatuh cinta, bagian otak depan yang disebut korteks prefrontal yang mengatur logika menjadi tumpul. Sebaliknya, bagian otak yang mengendalikan emosi menguat. Kuatnya ikatan emosional saat rasa cinta muncul membuat kemampuan seseorang dalam menilai orang lain melemah. 

"Cinta memang tidak rasional karena ia adalah letupan perasaan emosional yang dibalut oleh berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan untuk menyayangi ataupun ingin disayangi." kata Taufiq Pasiak, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado dan Sekretaris Jenderal Masyarakat Neurosains Indonesia.

Munculnya cinta tidak bisa direncanakan dan tidak bisa dihindari. Perasaan itu juga sulit dikendalikan, apalagi dihilangkan. Semakin dalam seseorang memendam cinta, rasa cinta akan semakin muncul menggebu-gebu. Namun tindakan seseorang setelah munculnya rasa cinta bisa dikendalikan. "Pengendalian menuntut pengakuan diri bahwa seseorang sedang jatuh cinta." kata Pingkan CB Rumondor, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Bina Nusantara.

Pengendalian tindakan saat merasakan cinta dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada. Di sinilah penilaian atas rasa cinta yang muncul pada diri dilakukan, seperti, apakah orang yang kita cintai juga mencintai kita atau apakah rasa cinta itu jatuh pada orang yang tepat tanpa melanggar norma dan budaya.

Untuk bisa menilai cinta yang muncul, seseorang memerlukan perasaan bahwa dirinya berharga. Artinya, apapun hasil penilaian itu, apakah cintanya diterima atau justru bertepuk sebelah tangan, maka dirinya tetap berharga. Penolakan tidak mengurangi harga dirinya.

Kehadiran berbagai emosi negatif seperti sakit hati, sedih, galau, depresi, atau rasa tidak diterima dan dihargai akibat penolakan cinta, termasuk saat diputuskan cinta adalah perasaan yang wajar. Emosi tersebut bahkan bagus secara psikologi, terlalu cepat move on justru tidak sehat karena perasaan sedih yang muncul akan terselubungi dan bisa mengganggu hubungan berikutnya.

"Cinta itu ada gairah, keintiman dan komitmen. Cinta membuat dua individu tetap menjadi dirinya sendiri, tetapi sama-sama saling peduli" kata Pingkan. Orang yang melakukan tindak kekerasan karena masalah dalam hubungan cintanya kemungkinan disebabkan karena perasaan yang lebih mengemuka adalah rasa kecewa, marah, merasa tidak dihargai atau malah karena tidak bisa menghargai diri sendiri. Itu bukan cinta. 

Saat amarah muncul, lelaki umumnya melampiaskan dengan tindakan fisik, pada kondisi ini, bagian otak yang lebih aktif adalah sistem limbik yang mengontrol emosi bekerja sama dengan bagian otak yang mengatur sistem motorik. Pada perempuan, saat murka melanda, bagian otak yang lebih aktif adalah girus singulat (cingulate gyrus), yaitu otak sadar yang merupakan bagian dari korteks prefrontal. Ini adalah bagian otak untuk berpikir rasional, bukan sistem limbik yang juga dimiliki otak binatang. Karena itu, kemarahan pada perempuan biasanya berwujud mata mendelik, tidak menggunakan tubuhnya untuk melakukan kekerasan. 

Penghargaan atas diri adalah modal bagi hadirnya cinta yang tidak emosional. "Hilangnya rasionalitas yang tergantikan oleh agresivitas untuk mempertahankan diri adalah bentuk pertahanan diri yang paling primitif pada makhluk hidup" ujar Taufiq. Rasional akan tumpul jika orang terbiasa dengan aturan "pokoknya..." tanpa menjelaskan alasan di balik setiap aturan yang diberlakukan. Untuk membangun rasionalitas seharusnya dimulai sejak dini, dengan cara mengajarkan untuk melogika sesuatu yang ada di sekitarnya, termasuk tindakannya.

"Rasionalitas yang muncul akan mendorong seseorang mencintai sewajarnya, bukan serakah terhadap cinta. Cinta yang sewajarnya hanya bisa diperoleh jika seseorang juga memiliki benci yang sewajarnya. Jika cinta dan benci berlebihan, yang muncul adalah malapetaka," ujar Taufiq.

Bentuk cinta yang paling rendah adalah mengagumi, hanya terikat pada keindahan saja. Sedangkan cinta yang paling tinggi adalah penyatuan diri hingga saling meniadakan identitas diri dengan yang dicintai.

Sumber: Kompas

0 komentar:

Posting Komentar