Di
mana saja, setiap hari manusia melakukan kegiatan yang menghasilkan
sampah. Mulai dari sampah dapur, bungkus makanan, peralatan mandi sampai
barang-barang yang tak terpakai di rumah. Bayangkan proses semacam ini
dilakukan oleh hampir semua orang di kota anda. Oke, tidak perlu pusing
membayangkannya, luangkan waktu anda sebentar melihat tempat penampungan
sampah terdekat dari rumah anda. Benda bau menjijikkan itu adalah apa
yang dihasilkan oleh kebanyakan rumah tangga di Indonesia (belum sampah
yang dihasilkan industri).
Lalu
kemana perginya tumpukan sampah yang bisa memenuhi rumah tersebut
setiap harinya? Kita mengenal TPA sebagai tempat pembuangan akhir sampah
dengan sistem
penimbunan darat. Seperti namanya, sampah ditimbun begitu saja di tempat
yang disediakan, TPA Bantar Gebang contohnya. Pengelolaan sampah model
seperti ini sudah tidak sesuai dengan kondisi lingkungan kita. Coba lakukan pencarian gambar di google dengan kata kunci "rubbish landfill".
Sampah yang ditimbun akan berdampak secara langsung pada lingkungan.
Pencemaran tanah, air, udara dapat kita rasakan secara langsung di
sekitarnya. Di beberapa negara memang timbunan sampah di TPA
dimanfaatkan secara terintegrasi dengan sistem pembangkit energi.
Masalahnya, jumlah sampah yang terus bertambah semakin lama mungkin akan tidak tertampung.
Seperti
masalah-masalah lainnya, masalah sampah ini harus diselesaikan dari
sumbernya, dimana dalam kasus ini sumbernya adalah kita sendiri.
Reduce, atau pengurangan merupakan titik krusial dalam pengelolaan
sampah. Kita cenderung
asal membuang benda yang kita pikir tidak butuhkan lagi ke dalam satu tempat sampah. Kalau
kita bisa mengurangi sampah
sebanyak-banyaknya dari sumbernya, maka beban pengelolaan sampah publik
juga akan berkurang. Kalau kita bisa mengurangi sampah
sebanyak-banyaknya dari sumbernya, maka beban pengelolaan sampah publik
juga akan berkurang. Bila sampah dapat ditekan mulai dari sumbernya,
kita bisa menghemat dana yang cukup besar untuk biaya angkut sampah ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang porsinya bisa mencapai 50% dalam
proses pengelolaan sampah. Di Indonesia rata-rata biaya pengelolaan sampah baru 20 ribu rupiah, sedangkan idealnya 100 ribu rupiah per bulan. Sampah
yang diangkut oleh dinas kebersihan harusnya sampah yang tidak mudah
lapuk alias tidak berbau. Jadi ada kesalahan di awal pembuangan sampah. Di negeri kita sendiri pengelolaan sampah berkonsep 3R baru 7%.
Disinilah
proses pemilahan sampah berperan. Pada dasarnya, sampah bukan merupakan
sesuatu yang benar-benar tidak punya manfaat. Sampah hanya membutuhkan
perlakuan yang berbeda pada setiap jenisnya. Sampah organik seperti
dedaunan, pemanfaatannya yang paling populer digunakan sebagai bahan
baku pupuk kompos atau biogas. Sampah semacam ini cukup ditimbun dalam tanah karena
dapat diuraikan oleh bakteri pengurai dan bermanfaat bagi tanah. Limbah
rumah tangga seperti sisa makanan juga bisa dikelola dalam skala kecil
dengan memasukkannya pada lubang biopori. Sampah jenis inilah yang
menimbulkan bau tak sedap jika bercampur di tempat pembuangan. Selain itu, pembuangan sampah yang tercampur dapat merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Untuk
sampah non organik, cukup banyak kategorinya, kebanyakan dapat digunakan
kembali atau didaur ulang. Sampah jenis ini menimbulkan manfaat ekonomi
jika dijual atau ditabung di bank sampah.
Menteri lingkungan hidup merilis skema model TPS3R untuk skala kawasan Kota dengan nilai investasi sekitar 800 juta rupiah
Kebiasaan kita dalam membuang sampah adalah
ujung awal dari pengelolaan sampah. Sampah yang terkumpul berdasarkan jenis,
membuatnya lebih mudah untuk dikelola. Pengelolaan sampah model ini
dapat dilakukan pada tingkat individu maupun komunitas. Kota Surabaya
menjadi contoh model pengelolaan sampah berkonsep 3R. Dinas kebersihan
kota Surabaya mencatat penurunan yang signifikan pada volume sampah yang
masuk ke TPA, dari yang dulunya 2300 ton per hari menjadi 1200 ton per
hari. Konsep 3R akan berjalan bila sampah yang dipilah dengan benar.
Dengan begitu, kita bisa memberikan manfaat pada sampah dan bisa
mengambil keuntungan alih-alih mencemari lingkungan.
Kegiatan
memilah sampah di rumah, sudah menjadi budaya di beberapa negara maju,
salah satunya Jepang. Di Jepang, sampah-sampah nonorganik selalu
dipisahkan sebelum dibuang, bahkan kulit jeruk saja dipisahkan
sebelum di buang. Di Denmark tersedia vending machine yang menerima sampah botol plastik atau kaleng minuman, memilahnya dan langsung mencairkan uang.
Masyarakat Swedia juga gemar memilah sampah, bahkan untuk jenis sampah
padat, mereka harus memilahnya ke dalam 14 jenis wadah yang berbeda. 14
jenis wadah itu terdiri dari wadah untuk kardus, koran, kertas
perkantoran, plastik, makanan, metal, kantong belanja, botol kaca, tiga
jenis bohlam di tiga tempat berbeda, alat elektronik dan baterai.
Alam
memberikan banyak kepada kita, setidaknya kita harus melakukan hal yang
sama kepada alam.
Dari berbagai sumber
Dari berbagai sumber
2 komentar:
Keren banget Artikelnya!!!!!. Thanks
Keep Posting kk
Posting Komentar