Pukul 14.00, setelah selesai bersiap, kami putuskan untuk mulai pendakian. Kami
ditemani petugas basecamp (lupa tanya nama) menuju rute awal melewati
desa Patakbanteng, karena menurut petugas cukup membingungkan melalui gang-gang desa
ini menuju rute pendakian utama. Diawali dengan anak tangga dan
rumah-rumah warga kemudian melewati ladang-ladang kubis dan kentang,
kami tiba di jalan utama berkontur batu yang disusun, kemudian mulai
menanjak kembali dengan
kontur tanah gembur melewati ladang-ladang warga untuk menuju pos 2. Jalur pendakian Patakbanteng ini memang cenderung terus menanjak, kontur tanahnya yang gembur kurang memberikan grip pada alas kaki.
kontur tanah gembur melewati ladang-ladang warga untuk menuju pos 2. Jalur pendakian Patakbanteng ini memang cenderung terus menanjak, kontur tanahnya yang gembur kurang memberikan grip pada alas kaki.
Istirahat sebentar di pos 2 untuk
sekedar membasahi tenggorokan lalu lanjut melewati hutan pinus yang
cukup rimbun menuju pos 3. Setelah pos 3 inilah jalur menanjak Gunung
Prau yang cukup curam terlihat. Masih didominasi oleh kontur
tanah, menjadikan jalan licin, sedikit bebatuan yang menyembul dari
tanah dapat digunakan untuk berpijak. Kabut tebal mulai turun setelah
melalui tanda pos 3. Setelah habis
tanjakan, kita langsung disuguhi hamparan bunga daisy yang indah
sepanjang jalan setapak dan sampailah kita ke puncak Gunung Prau.
Dengan lama perjalanan sekitar 2 jam 15 menit, kami tiba di puncak Gunung Prau
sekitar pukul 4.15, dan masih sepi ternyata di puncak, baru ada beberapa
tenda yang didirikan. Ah untung bagi kami bisa memilih tempat yang nyaman dan langsung mendirikan tenda. Area puncak Gunung Prau luas dan terbuka, sehingga cocok sebagai camp area, tidak sulit menemukan tempat datar untuk mendirikan tenda
Kabut
turun sepanjang sore hari
itu, angin cukup kencang membawa hawa dingin ke puncak Gunung Prau. Kami
hanya berada di dalam tenda setelah makan malam karena tidak membawa
kayu bakar, sementara pekemah yang lain asyik dengan rombongannya
masing-masing, bernyanyi, bercanda, atau sekedar mengobrol di sekitar
api unggun. Semakin larut, semakin
banyak orang yang mendirikan tenda di puncak Gunung Prau. Bahkan saat
kami bangun
paginya, saya bertanya kepada orang yang bergerombol di sebelah
tenda kami, mereka dari Wonosobo, naik tengah malam, baru tiba di puncak
jam 2 pagi, dan belum tidur katanya.
Sunrise yang diharapkan tidak kunjung
menampakkan diri karena tertutup kabut tebal, akhirnya kami jalan-jalan berkeliling di sekitar
puncak, dari bukit ke bukit, ramai sekali, warna-warni tenda diantara gundukan-gundukan yang dijuluki bukit teletubies menghiasi puncak 2565 mdpl yang menjadi batas
wilayah Wonosobo-Kendal ini. Angin yang meniup kabut dengan cepat
membuka dan menutup pemandangan ke arah Gunung Sindoro-Sumbing.
Alhamdulillah sempat dapat gambar bagus.
Puas berjalan-jalan kami lalu sarapan
dan bersiap untuk turun. Perjalanan turun tetap melalui jalur Pendakian
Patakbanteng, tapi kami mendapati kondisi yang cukup berbeda karena
kali ini jalur bersih dari kabut sehingga bisa melihat lepas ke arah
Dieng, terlihat telaga warna sampai kawah Sikidang yang mengepulkan asap
putihnya. Perjalanan turun harus ekstra hati-hati karena sepanjang
jalan
langsung berbatasan dengan tebing curam. Kontur tanah terasa lebih
licin ketika turun. Perjalanan turun ditempuh lebih cepat, yaitu
sekitar 1 jam 40 menit.
Walaupun tidak melihat sunrise dan sunset kami tidak kecewa, karena inti dari sebuah perjalanan bukan hanya tujuan bukan? salam...
gambar-gambar: @muh_hari
0 komentar:
Posting Komentar