Catatan perjalanan camping di puncak Gunung Prau, Dieng (Part II)

on Kamis, 31 Oktober 2013
Pukul 14.00, setelah selesai bersiap, kami putuskan untuk mulai pendakian. Kami ditemani petugas basecamp (lupa tanya nama) menuju rute awal melewati desa Patakbanteng, karena menurut petugas cukup membingungkan melalui gang-gang desa ini menuju rute pendakian utama. Diawali dengan anak tangga dan rumah-rumah warga kemudian melewati ladang-ladang kubis dan kentang, kami tiba di jalan utama berkontur batu yang disusun, kemudian mulai menanjak kembali dengan
kontur tanah gembur melewati ladang-ladang warga untuk menuju pos 2. Jalur pendakian Patakbanteng ini memang cenderung terus menanjak, kontur tanahnya yang gembur kurang memberikan grip pada alas kaki.

Istirahat sebentar di pos 2 untuk sekedar membasahi tenggorokan lalu lanjut melewati hutan pinus yang cukup rimbun menuju pos 3. Setelah pos 3 inilah jalur menanjak Gunung Prau yang cukup curam terlihat. Masih didominasi oleh kontur tanah, menjadikan jalan licin, sedikit bebatuan yang menyembul dari tanah dapat digunakan untuk berpijak. Kabut tebal mulai turun setelah melalui tanda pos 3. Setelah habis tanjakan, kita langsung disuguhi hamparan bunga daisy yang indah sepanjang jalan setapak dan sampailah kita ke puncak Gunung Prau.

Dengan lama perjalanan sekitar 2 jam 15 menit, kami tiba di puncak Gunung Prau sekitar pukul 4.15, dan masih sepi ternyata di puncak, baru ada beberapa tenda yang didirikan. Ah untung bagi kami bisa memilih tempat yang nyaman dan langsung mendirikan tenda. Area puncak Gunung Prau luas dan terbuka, sehingga cocok sebagai camp area, tidak sulit menemukan tempat datar untuk mendirikan tenda


Kabut turun sepanjang sore hari itu, angin cukup kencang membawa hawa dingin ke puncak Gunung Prau. Kami hanya berada di dalam tenda setelah makan malam karena tidak membawa kayu bakar, sementara pekemah yang lain asyik dengan rombongannya masing-masing, bernyanyi, bercanda, atau sekedar mengobrol di sekitar api unggun. Semakin larut, semakin banyak orang yang mendirikan tenda di puncak Gunung Prau. Bahkan saat kami bangun paginya, saya bertanya kepada orang yang  bergerombol di sebelah tenda kami, mereka dari Wonosobo, naik tengah malam, baru tiba di puncak jam 2 pagi, dan belum tidur katanya.



Sunrise yang diharapkan tidak kunjung menampakkan diri karena tertutup kabut tebal, akhirnya kami jalan-jalan berkeliling di sekitar puncak, dari bukit ke bukit, ramai sekali, warna-warni tenda diantara gundukan-gundukan yang dijuluki bukit teletubies menghiasi puncak 2565 mdpl yang menjadi batas wilayah Wonosobo-Kendal ini. Angin yang meniup kabut dengan cepat membuka dan menutup pemandangan ke arah Gunung Sindoro-Sumbing. Alhamdulillah sempat dapat gambar bagus.


Puas berjalan-jalan kami lalu sarapan dan bersiap untuk turun. Perjalanan turun tetap melalui jalur Pendakian Patakbanteng, tapi kami mendapati kondisi yang cukup berbeda karena kali ini jalur bersih dari kabut sehingga bisa melihat lepas ke arah Dieng, terlihat telaga warna sampai kawah Sikidang yang mengepulkan asap putihnya. Perjalanan turun harus ekstra hati-hati karena sepanjang jalan langsung berbatasan dengan tebing curam. Kontur tanah terasa lebih licin ketika turun. Perjalanan turun ditempuh lebih cepat, yaitu sekitar 1 jam 40 menit.



Walaupun tidak melihat sunrise dan sunset kami tidak kecewa, karena inti dari sebuah perjalanan bukan hanya tujuan bukan? salam...

gambar-gambar: @muh_hari

0 komentar:

Posting Komentar